Jumat, 20 September 2013

Tradisi Sadranan (Nyadran Temanggungan)



Di kota tembakau ini terdapat suatu tradisi Jawa yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Tradisi ini sudah turun-temurun dan wajib untuk dilaksanakan. Tradisi Sadranan, itulah sebutan untuk sebuah upacara yang wajib dilaksanakan sebagai tanda syukur atas nikmat yang sudah dilimpahkan oleh sang Maha Pencipta.
Sadranan di Desa Mangunsari, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung diikuti ratusan warga. Upacara ritual sadranan yang rutin diselenggarakan setahun sekali  pada setiap hari Jum’at  Pahing bulan Ruwah itu, ditandai dengan pesta nasi tumpeng dan ingkung ayam yang jumlahnya setara dengan jumlah kepala keluarga yang ada di desa itu. Sadranan diselenggarakan  sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa  atas  berkah, rejeki dan keselamatan yang telah diberikan selama ini, sehingga warga desa bisa hidup  tentram dan sejahtera. Selain itu  juga dimaksudkan untuk mengenang arwah para leluhur  desa  yang semasa hidupnya telah berjasa merintis  keberadaan desa.
Tradisi sadaranan di desa ini biasanya diawali dengan  pembacaan Tahlilan di rumah salah satu pamong desa, misalnya kadus. Namun lain halnya di desa yang lain, ritual sadranan itu juga biasa dilakukan di komplek makam. Para warga  sambil membawa nasi tumpeng, ingkung ayam dan aneka jajanan  berdatangan di rumah pamong desa yang dijadikan tempat ritual Sadranan.   Seluruh peserta dengan penuh khidmat  duduk berjajar mengikuti seluruh prosesi ritual yang ditandai  berdoa bersama, dipimpin ulama  desa atau sering disebut Modin atau Kaum.
Seusai doa untuk memohon keselamatan dan limpahan rejeki dari Yang Maha Kuasa,  makanan yang mereka bawa kemudian dinikmati sebagai ungkapan syukur. Mereka juga saling bertukar makanan yang mereka bawa. Setelah acara di rumah pak Modin selesai, para warga pulang kerumah masing-masing dan berkumpul dengan seluruh keluarganya sambil menikmati makanan yang tadi dibawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar