Di kota tembakau ini terdapat
suatu tradisi Jawa yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Tradisi ini
sudah turun-temurun dan wajib untuk dilaksanakan. Tradisi Sadranan, itulah
sebutan untuk sebuah upacara yang wajib dilaksanakan sebagai tanda syukur atas
nikmat yang sudah dilimpahkan oleh sang Maha Pencipta.
Sadranan di Desa Mangunsari, Kecamatan
Ngadirejo, Kabupaten Temanggung diikuti ratusan warga. Upacara ritual
sadranan yang rutin diselenggarakan setahun sekali pada setiap hari
Jum’at Pahing bulan Ruwah itu, ditandai dengan pesta nasi tumpeng dan
ingkung ayam yang jumlahnya setara dengan jumlah kepala keluarga yang ada di desa
itu. Sadranan diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas berkah, rejeki dan keselamatan yang telah
diberikan selama ini, sehingga warga desa bisa hidup tentram dan
sejahtera. Selain itu juga dimaksudkan untuk mengenang arwah para
leluhur desa yang semasa hidupnya telah berjasa merintis
keberadaan desa.
Tradisi sadaranan di desa ini
biasanya diawali dengan pembacaan Tahlilan di rumah salah satu pamong
desa, misalnya kadus. Namun lain halnya di desa yang lain, ritual sadranan itu
juga biasa dilakukan di komplek makam. Para warga sambil membawa nasi tumpeng,
ingkung ayam dan aneka jajanan berdatangan di rumah pamong desa yang
dijadikan tempat ritual Sadranan. Seluruh peserta dengan penuh
khidmat duduk berjajar mengikuti seluruh prosesi ritual yang
ditandai berdoa bersama, dipimpin ulama desa atau sering disebut
Modin atau Kaum.
Seusai doa untuk memohon
keselamatan dan limpahan rejeki dari Yang Maha Kuasa, makanan yang mereka
bawa kemudian dinikmati sebagai ungkapan syukur. Mereka juga saling bertukar
makanan yang mereka bawa. Setelah acara di rumah pak Modin selesai, para warga
pulang kerumah masing-masing dan berkumpul dengan seluruh keluarganya sambil
menikmati makanan yang tadi dibawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar