Tradisi Angon Putu adalah tradisi
yang sudah lama ada di Temanggung. Tradisi ini ditandai dengan acara mengasuh
anak, cucu, dan buyut di luar rumah dengan mengajak anak, cucu, dan buyut
berekreasi di suatu tempat namun masih dalam lingkup Temanggung. Tradisi ini
sering dilaksanakan khususnya di alun-alun kota Temanggung. Tradisi angon putu
ini adalah wujud silaturahmi antar anggota keluarga untuk membina kerukunan,
kebersamaan. Serta sebagai ungkapan syukur orang tua telah diberi umur panjang,
kesehatan dan rejeki yang melimpah. Angon putu memang tradisi turun temurun
dari nenek moyang, dimana seseorang yang telah mencapai usia perkawinan lebih
dari 50 tahun, telah memiliki anak, cucu, buyut bahkan sampai canggah, apabila
telah diberi kelebihan rejeki maka haruslah melakukan tradisi angon putu ini.
Diawali dengan semua persiapan
dari rumah, berangkat dari rumah dengan beberapa mobil karena banyaknya anak
cucu buyut yang diajak. Sebelum ke alun-alun biasanya orang yang melaksanakan
tradisi ini selalu mampir terlebih dahulu di pasar daerah setempat, menggiring
anak, cucu, dan buyutnya masuk kepasar untuk membeli bekal perjalanan ke
Temanggung, tidak lupa untuk sarana ritual angon putu ini mereka membeli uborampe
Kembang Boreh, yang terdiri dari bunga mawar, bunga melati, bunga
kanthil, bunga kenanga dan boreh yang berupa adonan kapur dan kunyit. Ini merupakan
prosesi awal tradisi angon putu.
Perjalananpun berlanjut ke
Temanggung, tujuannya ke alun-alun kota. Maka sesampai di tempat tujuan
rombongan keluarga besar yang sedang melaksanakan tradisi itu menghambur menuju
taman kota, sementara sang kakek dan neneknya berjalan paling belakang sambil
membawa pecut, sebagaimana layaknya orang angon ( mengembala ), pecut atau
cambuk yang dibawa bukannya untuk memecut anak-cucu, melainkan hanya simbol
angon saja.
Begitu masuk di alun-alunpun
mereka berkumpul sebentar di bawah pohon beringin, untuk melakukan ritual angon
putu. Satu persatu para anak-cucu menghadap, sang kakek lalu menorehkan boreh
di kening masing-masing, baik anak, cucu dan buyut. Setelah ritual borehan,
anak, cucu dan buyut dilepas untuk bermain dan membeli jajanan apa saja yang
ada di alun-alun itu.
Tradisi angon putu inipun disambut dengan suka-cita
oleh para pedagang makanan yang berada di alun-alun, sebuah kesempatan yang tak
diduga sebelumnya, tiba-tiba saja siang itu para pedagang kebanjiran pembeli.
Tak terkecuali para penjual jasa penyewaan mainan seperti mobil-mobilan, becak
mini, kertera mini, tempat mandi bola dan arena bermain lainnya. Sementara sang
kakek cukup puas duduk-duduk di bangku taman, dan sang nenek tampak bahagia
sekali, tersenyum memandang semua anak-cucu bergembira menikmati rekreasi
rame-rame itu. Di akhir ritual angon putu ini, sang kakek dan nenek akan
menggelar pertunjukan Wayang Kulit selama dua malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar